“Adek, adek ini uangnya!!!!” panggil ayah. “Iya, tunggu sebentar yah!!!!” balasku. Aku pun bergegas menghampiri ayah untuk mengambil uang yang telah dijanjikan. Aku diberi satu logam uang 500,- . “Maksih yah”ucapku sambil memeluk ayahku. Selesai itu aku melanjutkan melihat televisi sementara ayahku mandi. “Dek makan yuk!!!” ajak ayah setelah selesai. Tanpa banyak bicara akupun segera ke meja makan. “Yah bantuin adek ngerjain PR ya????”mintaku. “Iya, tapi ngerjakannya malam aja” jawab ayah menyetuhui permintaanku. “Hore” kataku senang. Dan dibalasnya dengan senyuman.
“Yah, yah adek laper” kataku merengek. “ hem ya sudah ayo kita makan” balas ayahku. Pada malam hari kami sering makan malam tengah malam jika kami berdua merasa lapar. Dan melihat televisi hingga larut malam pada malam minggu ataupun libur sekolah.
Kegiatan-kegiatan itulah yang tiap hari kemi berdua lakukan. Hal-hal seperti ini sudah biasa. Sejak aku masih bersekolah di Taman kanak-kanak hingga aku duduk di bangku Sekolah Dasar. Akan tetapi semua berubah semenjak ayahku sakit-sakitan di awal tahun sampai Bulan Mei pun belum sembuh juga. Beliau menderita komplikasi paru-paru dan Liver. Kebiasan-kebiasan itu tidak lagi dilakukan. Aku berharap keadaan macam ini akan cepat berlalu. Namun aku salah. 100 hari sudah ini berlangsung tapi belum ada juga tanda-tanda kesembuhan ayahku. Hingga malam yang aku inginkan tidak pernah ada itu muncul.
Malam itu juga ayah harus pergi meninggalkan aku. Betapa hancur hatiku mengetahui semua ini. Tidak pernah terbayangkan olehku akan secepat ini ayah pergi. Aku tidak mengira bahwa pesan ayah tadi malam adalah pesan yang terakhir. ”Dek, kamu harus selalu hati-hati” katanya lirih. “ Adek kan tidak lagi naik sepeda ya” balsku cepat. Betapa bodohnya aku hingga aku tidak bisa menyadari semuanya dan malah menjawab pesan itu dengan kata-kata itu. Harapanku ini semua hanyalah sepenggal mimpi dari tidurku. Ternyata aku salah semua ini kenyataan yang harus ku trima sekarang. “ayah ayah ayah” panggilku disela-sela tangis. Tapi tidak ada jawaban.
Tangisku semakin pecah. Dunia ini serasa tidak adil bagiku. Aku harus kehilanggan orang yang sangat aku sayangin dalam waktu yang belum mengerti apa-apa. “hiks hiks” ucapku lirih. Hilang sudah harapanku selama ini melihat ayahku bangga dengan apa yang akan ku dapatkan kelak. “Ayah bohong” teriakku. Pagipun tiba tapi tangisanku belum juga reda. Sampai ayahku harus masuk ke liat kubur pun aku masih tetap tidak bisa menahan air mata. “ udahlah fer” ucap ibuku. “Enggak ayah gak boleh pergi” raunganku. “ini sudah takdir” balasnya lagi. Tapi aku hanya diam. 7 hari sudah aku tidak ingin masuk ke sekolah dan melakukan apapun aku hanya ingin tidur dan tidur. “Kini sudah tidak ada lagi yang akan menemaniku makan malam dan membantuku mengerjakan PR”kataku dalam hati.
Namun aku harus menyelesaikan sekolahku yang tinggal beberapa hari untuk kenaikan kelas. Semakin tidak bersemangatnya aku menjalani hidup ini. “Fer, kenapa kamu????” sapa sahabatku Nabilah. “Aku gak apa-apa” balasku. “Udalah Fer, kamu gak bisa terus-terusan kayak gini” katanya mencoba menghiburku. Aku tak berkomentar sedikitpun. Sampai ujianpun aku malas belajar hingga nilai ujianku turun. Saat liburanpun tiba. Aku tidak ingin bermain bersama teman-temanku. Aku hanya ingin diam dan diam.
Aku merasakan dingin pada tubuhku tapi suhu tubuhku panas. Yang bisa mengobati ini hanya ayahku. Tapi ia sudah tidak ada. “Ferra Ferra” panggil teman-temanku. Aku malas beranjak dan ibuku lah yang menemui teman-temanku.” Ferra sedang sakit” kata ibuku. “ Wah kasian padahal kita mau main”tambah mereka. “ Lain kali aja” timpak ibuku.
Tak kuhiraukan mereka. Perasaanku tidak bisa menerima ini begitu saja. Dan diputuskanlah bahwa keluargaku akan pindah ke rumah nenek. Hatiku semakin sakit, aku tidak mau meninggalkan kota yang telah memberi aku begitu banyak kenangan indah. Tapi apa daya aku harus mengikuti ibuku. “ Selamat tinggal kenangan” kataku sedih saat kami hendak pindah.
Aku pindah dirumah nenekku. Tapi aku tidak menikmati keberadaanku di sini. Liburpun telah usai dan saatnya aku masuk sekolah yang baru. Sekolah yang tidak begitu luas dengan siswa-siswi sedikit. Tak tahu kenapa sifatku berubah menjadi pemarah dan egois. Menyebabkan aku tidak memiliki teman. Namun setelah sekolah bergabung dan aku dipindahkan di kelas A, aku kenal dengan Hilda. Anak terpintar di sini. “Fer, ayo dong kalau ngitung yang bener!!!!” ucap Hilda marah. “ Hehehe” balasku. 2 bulan sudah aku berada di sini. Semenjak bertemu dengan Hilda aku jadi menemukan semangat yang baru bahwa aku harus bangkit.
Berkat Hilda aku jadi belajar lebih giat lagi. Dan lulus denga nilai yang bagus. Nmun aku tidak satu sekolah lagi dengan Hilda. Namun aku tetap semangat. Akan tetapi banyak anak-anak di sekolah yang baru yang tidak mau berteman denganku. Itu bukan masalah toh saat pengumuman aku bisa meraih peringkat terbaik.”Yah, aku bisa yah”bisikku pelan. Ini kulakukan hanya untuk membuktikan pada ayahku bahwa aku bisa membanggakan ayah walau ia tidak ada di sini.
Dan saat aku sedang melamun tiba-tiba”Duarrr” kata temanku Linda. “ uh kamu ini ngegetin orang aja” balasku cepat. “ Sorry-sorry”ucapnya. Namun aku diam. ”Foto siapa sih???” tanyanya. ”Ada dech, mau tau aja” timpalku sambil menyembunyikan foto itu. “ Dah, ayo kita masuk” ajakku. “Iya” jawabnya singkat sambil bergegas masuk.
Kita harus selalu menghargai orang tua kita. Dan kita harus bersyukur saat kita masih memiliki orang tua yang lengkap. Bukannya malah memarahi atau membentak-bentak. Dan kita harus selalu mengingat hal-hal kecil yang orang tua kita lakukan untuk kita.
0 komentar: